Drama Penundaan Paripurna Pilgub Aceh 2024

Penundaan Rapat Paripurna

Ket foto: DPRA Menunda Rapat Paripurna (Sumber Foto: Instagram/berita_aceh)
Ket foto: DPRA Menunda Rapat Paripurna (Sumber Foto: Instagram/berita_aceh)

Aceh, Gema Sumatra – Pilgub Aceh 2024 memanas setelah DPRA menunda paripurna penandatanganan MoU Helsinki oleh calon gubernur Bustami Hamzah.

Penundaan ini terjadi pada Rabu, 18 September 2024, dan memicu perdebatan sengit di kalangan elit politik Aceh terkait syarat pencalonan.

Ada dua alasan utama mengapa rapat tersebut tertunda. Pertama, Bustami Hamzah belum memiliki wakil gubernur yang akan mendampinginya setelah almarhum Tu Sop, yang semula menjadi calon wakil gubernurnya, meninggal dunia.

Ketidakjelasan ini menjadi faktor penghambat proses verifikasi lebih lanjut.

Kedua, rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRA yang seharusnya di adakan pada malam sebelumnya, gagal mencapai kuorum, sehingga keputusan tentang kelanjutan paripurna terhenti.

Situasi ini memunculkan ketegangan di kalangan tokoh politik dan masyarakat, terutama dalam hal interpretasi syarat pencalonan.

Lihat Juga:  Mualem dan Bustami Berikan Teladan di TPS Pilkada Aceh

Dr. Ahmad Farhan Hamid, mantan Wakil Ketua MPR RI, memberikan pandangannya mengenai perdebatan ini.

Menurutnya, Pasal 24 ayat (e) tidak secara spesifik mengharuskan penandatanganan MoU Helsinki dilakukan di depan DPRA.

Dia juga menambahkan bahwa aturan tersebut tidak menyebutkan secara jelas Undang-Undang No. 11/2006 yang mengatur pemerintahan Aceh.

Farhan Hamid menilai upaya untuk menekan pasangan Bustami-Fadhil agar di anggap belum memenuhi syarat (BMS) dapat mencoreng citra Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.

Menurutnya, lembaga seperti KIP seharusnya menjaga netralitas dan profesionalisme dalam mengelola proses pemilihan.

Ia memperingatkan bahwa upaya menahan status Bustami-Fadhil sebagai BMS dapat merusak kredibilitas pemilu di Aceh.

Farhan Hamid mengusulkan Bustami menandatangani pakta integritas di atas materai sesuai Pasal 24 ayat (e).

Lihat Juga:  Rumah Bacagub Aceh Bustami Dilempar Bom

Dengan demikian, Bustami dan pasangannya bisa tetap mengikuti proses Pilgub tanpa terhambat oleh formalitas yang di anggap berlebihan.

Farhan optimis bahwa pasangan Bustami-Fadhil akan lolos verifikasi meski ada hambatan yang di duga di sengaja.

Dalam pandangannya, pasangan yang “teraniaya” justru sering mendapatkan simpati lebih besar dari masyarakat.

Farhan menyatakan bahwa di Indonesia, kandidat yang tampak di tindas cenderung mendapat dukungan lebih besar dari pemilih.

Farhan yakin bahwa jika situasi ini berlanjut, Bustami dan pasangannya akan mendapatkan “daya dorong tertentu” dari simpati publik.

Hingga kini, Komisi Independen Pemilihan Aceh belum memberikan pernyataan resmi mengenai penundaan paripurna atau status pencalonan pasangan Bustami-Fadhil.

Lihat Juga:  Lucky Hakim Raih Kemenangan di Pilbup Indramayu 2024

Sementara itu, masyarakat Aceh menantikan perkembangan lebih lanjut dari DPRA dan KIP terkait bagaimana kebuntuan politik ini akan di selesaikan.

Keterlambatan menyelesaikan masalah ini hanya menambah ketidakpastian pemilu, yang seharusnya menjamin demokrasi sehat di Aceh.

Dengan drama politik yang terus berlanjut, situasi Pilgub Aceh tahun ini memperlihatkan bagaimana dinamika politik lokal dapat menjadi arena yang penuh dengan tantangan dan perselisihan.

Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News.

Ikuti juga Sosial Media kami di Facebook dan Instagram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *