Gema Sumatra, Opini – Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa kondisi mental sebagian besar remaja Gen Z di sekarang ini sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Banyak pemuda pemudi yang pada masa peralihannya harus menghadapi berbagai macam tekanan, baik internal maupun eksternal.
Secara internal, orang-orang terdekat yang kita cintai, kerap kali menjadi pemicu utama penyebab ketergoncangan mental remaja yang berpotensi menyebabkan rasa frustasi.
Namun banyak juga kasus para remaja di Indonesia yang harus mengalami gangguan psikis hingga menyakiti dirinya sendiri (self injury) karena berbagai tekanan dan tuntutan dari pihak luar.
Dalam kasus yang lebih serius, tak sedikit dari mereka yang nekat mengakhiri hidupnya akibat tak sanggup menghadapi depresi yang dialaminya.
Sebanyak 61% anak muda mengalami depresi, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melalui data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, mengungkapkan jika masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami depresi. Hal itu paling banyak ditemui pada kelompok anak muda usia 15-24 tahun.
Mirisnya, dari anak-anak remaja yang mengalami depresi hanya sedikit yang berusaha mencari pertolongan medis untuk mendapatkan kesembuhan, yaitu hanya sekitar 10,4%.
Artinya, meski remaja gen Z banyak yang menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan mental, hanya sedikit dari mereka yang meminta bantuan profesional. Padahal, pemerintah telah berupaya meningkatkan akses terhadap berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan.
Berbagai macam gangguan mental yang banyak dialami remaja di Indonesia, yang pertama adalah Gangguan Kecemasan atau juga disebut dengan anxiety disorder.
Gangguan mental ini membuat pengidapnya merasa cemas berelebihan, khawatir, atau merasa takut secara terus-menerus, juga berpikir tidak berhubungan dengan situasi yang sebenarnya. Pada tingkatan yang sudah tergolong parah, anxiety disorder cenderung mengganggu manusia dalam menjalani aktivitas hidupnya sehari-hari.
Yang kedua ada Depresi Mayor yang memiliki sebutan lain yaitu depressive disorder). Penyakit ini merupakan sebuah gangguan mental dimana pengidapnya mengalami kesedihan, keputus asaan, serta kehilangan minat untuk menjalani aktivitas nya secara berkelanjutan.
Kondisi tersebut ada setidaknya kurang lebih selama 2 minggu. Pengidap kondisi ini akan sangat rentan mengalami masalah terkait emosional sehingga memiliki keinginan untuk melakukan percobaan bunuh diri yang beresiko kematian.
Berikutnya adalah Gangguan perilaku atau disebut juga Conduct disorder. Gangguan mental ini adalah masalah dalam sikap dan perilaku yang biasanya bermula pada saat anak-anak atau remaja.
Mereka yang mengidap permasalahan ini akan mengalami kesulitan dalam mematuhi aturan serta berperilaku diluar norma yang tidak dapat diterima secara sosial.
Mereka akan sering menunjukkan perilaku agresif, merusak, menyimpang dan di luar batas yang berpotensi merugikan dirinya maupun orang lain.
Lalu ada gangguan mental yang disingkat PTSD yang memiliki kepanjangan post-traumatic stress disorder. Gangguan mental ini adalah gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang bersifat traumatis atau sangat tidak menyenangkan.
Penderita gangguan ini akan terus menerus memikirkan kejadian tersebut dalam jangka waktu yang berkepanjangan sehingga menimbulkan gangguan kecemasan. Beberapa peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD antara lain adalah perang, kecelakaan, bencana alam, bullying, dan pelecehan seksual.
Yang terakhir adalah attention deficit hyperactivity disorder atau yang disingkat ADHD. Adalah adalah gangguan mental yang menyebabkan seseorang sulit untuk fokus atau memusatkan perhatian serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif.
Kondisi ini biasanya terjadi pertama kali saat masa anak-anak dan dapat bertahan hingga tumbuh dewasa. Pada anak, gangguan mental ini dapat mempengarhi prestasinya di sekolah. Hingga saat ini, penyebab utama ADHD belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Masih menjadi hal yang tabu, meskipun masalah gangguan mental pada kaum remaja adalah hal yang nyata dan serius, banyak masyarakat terutama para orang tua, masih menganggap tabu perihal ini.
Gangguan mental dipandang sebagai sesuatu yang tidak lazim dikarenakan mereka belum sepenuhnya sadar atau mengerti betapa bahayanya masalah kesehatan mental yang kini sedang marak terjadi.
Akibat kurangnya support serta perhatian dari orang-orang terdekat, banyak remaja yang tak segan menyakiti dirinya (self injury), bahkan nekat mengakhiri hidup dengan cara yang tragis.
Sudah begitu banyak kasus nyata akibat depresi yang dialami remaja khusunya anak sekolah dan mahasiswa. Para korban cenderung memilih untuk mengahkiri hidup dengan cara melompat dari ketinggian gedung, meminum racun, menggantung diri, bahkan tak sedikit juga yang mengkonsumsi narkoba.
Padahal, ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk bisa terbebas dari jeratan gangguan mental selain pergi menemui tenaga professional seperti psikiater.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mental, mengatakan hal positif pada diri sendiri, menyempatkan untuk ber olahraga, menjaga pola makan agar sehat dan teratur, tidur atau istirahat yang cukup, mencoba untuk terbuka pada seseorang, memperkuat dukungan sosial, menolong orang lain serta mendekatkan diri kepda Tuhan Yang Maha Kuasa adalah hal-hal yang dapat membantu kita dalam mengatasi masalah gangguan mental yang dialami.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Gen Z untuk memelihara dan menjaga kesehatan mental (mental health) mereka di tengah arus zaman yang semakin modern ini.
Mengingat bahwa remaja Gen Z adalah pemuda pemudi yang akan meneruskan perjuangan negeri, mental yang sehat adalah modal utama untuk tercapainya kesejahteraan dan kemaslahatan bagi bangsa dan kita semua.