Opini  

Gadget Membelenggu Gen Z

Perubahan tetap memungkinkan

Ket foto: Pengaruh gadget (Sumber foto: Putri Dwi Selawati)
Ket foto: Pengaruh gadget (Sumber foto: Putri Dwi Selawati)

Opini, Gema Sumatra – Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin canggih, gadget telah menjadi kebutuhan primer bagi Gen Z. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1997-2012 dan merupakan generasi yang di kenal sebagai digital native. Digital native sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut generasi yang melek akan teknologi sejak lahir. Mereka tumbuh di era digital, di mana internet, gadget, dan teknologi modern sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, meskipun gadget memberikan banyak manfaat, ada sisi gelap yang sering kali diabaikan, yaitu pengaruh gadget yang membelenggu kehidupan Gen Z.

Gadget sangat berpengaruh besar dalam kehidupan sehari hari kalangan Gen Z, baik itu pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Namun banyak dari kalangan Gen Z yang sudah terpengaruh negatif, salah satunya yaitu Gen Z cenderung menghabiskan banyak waktu di dunia digital mulai dari media sosial, game, hingga platform hiburan yang pada akhirnya mengurangi interaksi sosial langsung dan kemampuan untuk menjalani kehidupan nyata. Dalam banyak kasus, hubungan pribadi yang seharusnya terjalin dengan baik malah terhambat, karena mereka lebih memilih berkomunikasi melalui layar daripada bertemu secara langsung.

Selain itu, ketergantungan pada gadget dapat menurunkan kualitas kesehatan mental. Terlalu banyak waktu yang dihabiskan di dunia maya, terutama media sosial, bisa membuat Gen Z merasa cemas, tidak puas dengan diri sendiri, dan bahkan merasa terisolasi. Mereka sering terjebak dalam perbandingan sosial yang tidak sehat, yang dapat memicu perasaan insecure. Tak hanya itu saja, gadget juga memberikan dampak negatif terhadap kesehatan fisik. Menatap layar terlalu lama menyebabkan gangguan penglihatan, sakit leher, dan masalah postur tubuh. Pola tidur yang buruk akibat kecanduan gadget juga turut memperburuk kualitas hidup mereka. Maka dari itu banyak dari kalangan Gen Z yang memakai kaca mata.

Selain dampak kesehatan, ketergantungan pada gadget juga memengaruhi kemampuan interpersonal Gen Z. Interaksi langsung di dunia nyata sering tergantikan oleh percakapan di media sosial atau aplikasi chatting. Meskipun komunikasi virtual memberikan kemudahan, rasa empati dan kehangatan dalam berkomunikasi tatap muka menjadi sulit untuk dipertahankan. Bahkan dalam berkumpul bersama keluarga maupun teman Gen Z cenderung sibuk dengan gadgetnya masing masing sehingga terputusnya komunikasi secara langsung diantara mereka. Hal ini dapat menyebabkan Gen Z kurang terampil dalam membangun hubungan yang mendalam dan bermakna dengan orang lain. 

Lihat Juga:  Aplikasi Judi Online Hiburan yang Menghancurkan Masa Depan Gen Z

Selain itu, produktivitas juga menjadi salah satu hal yang terganggu akibat penggunaan gadget yang berlebihan. Banyak Gen Z yang terjebak dalam kebiasaan multitasking, seperti belajar sambil bermain game atau menonton video. Padahal, multitasking justru mengurangi konsentrasi dan hasil kerja yang maksimal. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat menghambat mereka untuk mencapai potensi terbaik dalam akademik maupun karier. Karena gadget juga kebanyakan Gen Z sering sekali begadang semalaman hanya untuk bermain game, efek dari sinar radiasi gadget membuat mata sulit untuk tidur. Maka dari itu dianjurkan untuk tidak bermain gadget selama 1-2 jam ketika akan tidur.

Namun, bukan berarti gadget hanya membawa dampak negatif. Jika digunakan dengan bijak, gadget dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Misalnya, banyak aplikasi edukasi dan platform online yang memungkinkan Gen Z belajar berbagai keterampilan baru, seperti bahasa, desain, hingga coding. Teknologi juga membuka akses ke informasi global, memudahkan mereka untuk mengeksplorasi minat dan bakat, serta berpartisipasi dalam komunitas internasional. 

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peran semua pihak. Orang tua perlu lebih aktif mengawasi penggunaan gadget anak-anaknya dengan menetapkan batasan waktu yang wajar. Sekolah juga bisa memberikan edukasi tentang literasi digital agar siswa memahami bagaimana cara menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. Selain itu, Gen Z sendiri harus mulai menyadari pentingnya keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata. Mereka perlu melatih disiplin diri untuk mengatur waktu penggunaan gadget dan menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat, seperti olahraga, membaca buku, atau mengembangkan hobi. 

Studi Kasus: Ketergantungan Gadget Pada Mahasiswa Ilmu Sejarah – Kisah Husnul

Husnul adalah mahasiswa semester lima di jurusan Ilmu Sejarah. Ia dikenal sebagai pribadi yang ceria dan bisa dibilang aktif di media sosial. Namun, kebiasaan Husnul menggunakan gadget sering kali menjadi sorotan di lingkungannya. Tidak hanya saat sedang sendiri, bahkan ketika berkumpul dengan teman-temannya, Husnul sering sibuk menatap layar smartphone. Teman-temannya sering merasa bahwa Husnul kurang hadir secara emosional ketika mereka bersama. 

Ketergantungan Husnul pada gadget tidak berhenti di situ. Saat di kelas, Husnul sering terlihat menggunakan smartphone-nya meskipun dosen sedang menerangkan materi. Ia mengaku merasa bosan mendengarkan penjelasan yang panjang, sehingga lebih memilih untuk scrolling media sosial atau menonton video pendek di platform seperti TikTok atau X. Tidak jarang, dosen atau teman-temannya harus mengingatkan Husnul agar fokus pada pelajaran. 

Lihat Juga:  Kesehatan Mental - Mengapa Perlu Berbicara Lebih Banyak?

Ketika sedang berjalan atau dalam perjalanan bersama teman, Husnul tetap sibuk dengan gadgetnya. Kebiasaan ini membuat interaksi sosialnya menjadi kurang bermakna. Beberapa temannya mulai enggan untuk mengajak Husnul berdiskusi, karena merasa ia lebih peduli pada dunianya sendiri di media sosial daripada realitas di sekitarnya. Karena hal itupun Husnul merasa di kucilkan dan dibedakan oleh teman teman yang lain, sebab Husnul lebih terpaku kepada gadgetnya.

Kebiasaan buruk ini juga memengaruhi pada kesehatan fisik Husnul. Ia sering mengeluhkan sakit leher dan mata yang terasa lelah akibat terlalu lama menatap layar gadget. Pola tidur Husnul pun terganggu karena kebiasaannya bermain gadget hingga larut malam. Akibatnya, Husnul sering merasa mengantuk saat mengikuti kuliah pagi, yang semakin memperburuk performanya di kelas. Awal pertama kali Husnul mengenal gadget dan mulai menggunakannya sejak ia masih duduk di bangku kelas 4 SD. Kerena kecanduan Husnul terhadap gadget inilah ia harus menggunakan kaca mata sejak ia duduk di bangku kelas 9 SMP hingga kini.

Selain itu, ketergantungan Husnul pada gadget mulai memengaruhi kesehatan mentalnya. Ia sering merasa cemas dan gelisah jika tidak memegang smartphone. Media sosial yang menjadi dunia favoritnya terkadang memicu perasaan tidak aman akibat perbandingan sosial. Husnul sering merasa kurang percaya diri ketika melihat kehidupan teman-temannya di media sosial, yang terlihat lebih menarik dan sempurna. Terkadang, dipikiran Husnul terbesit ingin fomo (perasaan takut tertinggal) untuk mengikuti gaya teman temannya atau orang yang ada di sosial medianya, namun Husnu tidak bisa mengikutinya dan akhirnya balik lagi ke diri Husnul yang sebenarnya dan Husnul membiarkan hidup mengalir dengan semestinya.

Meski demikian, Husnul sebenarnya menyadari bahwa ketergantungannya pada gadget memberikan dampak negatif. Suatu hari, salah seorang teman dekatnya, Rita, dengan jujur menyampaikan kekhawatirannya. Rita merasa Husnul semakin sulit diajak berkomunikasi dan sering melewatkan momen-momen berharga bersama teman-teman. Percakapan ini menjadi titik balik bagi Husnul untuk mulai mengevaluasi kebiasaan sehari-harinya. 

Lihat Juga:  Harapan Baru di Tengah Badai - Dukungan untuk Para Penyintas Kanker

Husnul kemudian mencoba mengambil langkah kecil untuk mengurangi penggunaan gadget. Ia mulai membatasi waktu bermain media sosial dengan menggunakan fitur pengingat waktu layar di smartphone-nya. Ia juga berusaha menyimpan gadgetnya di dalam tas saat sedang di kelas, agar tidak tergoda untuk membuka media sosial selama dosen mengajar. Selain itu, Husnul lebih banyak meluangkan waktunya untuk membaca komik, novel dan buku buku pelajaran yang lain. Proses perubahan ini tidak mudah bagi Husnul. Ia menghadapi banyak godaan untuk kembali ke kebiasaan lamanya.

Kisah Husnul memberikan gambaran tentang bagaimana ketergantungan pada gadget dapat memberikan dampak negatif dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, dengan kesadaran dan kemauan untuk berubah, ketergantungan ini dapat diatasi. Perubahan yang dialami Husnul menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Gadget seharusnya menjadi alat yang mempermudah kehidupan, bukan sesuatu yang membelenggu potensi diri kita. 

Berlebihan dalam penggunaan gadget, seperti yang dialami Husnul, menunjukkan bagaimana teknologi dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari secara signifikan. Gadget yang seharusnya menjadi alat bantu justru membuat Husnul kehilangan momen-momen penting bersama teman-temannya. Kesehariannya yang lebih banyak dihabiskan untuk berselancar di media sosial telah membuatnya terasing secara sosial dan kurang fokus dalam kegiatan akademik. Selain itu, pengaruh gadget terhadap kesehatan fisik seperti sakit leher, mata lelah, hingga kurang tidur semakin memperparah situasi. Belum lagi pengaruh pada kesehatan mentalnya, di mana Husnul kerap merasa cemas jika tidak menggunakan gadget, menambah daftar panjang konsekuensi negatif dari ketergantungan ini.

Namun, perubahan tetap memungkinkan. Kesadaran Husnul untuk memperbaiki kebiasaannya menjadi langkah awal untuk membebaskan dirinya dari pengaruh gadget yang buruk. Dengan mulai membatasi waktu layar dan melibatkan diri dalam aktivitas non-digital, Husnul perlahan-lahan dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Kisah ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, penggunaannya perlu diatur dengan bijak agar tidak mengorbankan hubungan sosial, kesehatan, dan produktivitas. Balance adalah kunci agar teknologi bisa memberikan manfaat tanpa menjadi beban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *