Opini  

Hidup Dalam Cengkraman Algoritma: Pengaruh Fyp Tiktok Terhadap Perilaku Pengguna Sehari-Hari

Adiksi terhadap penggunaan aplikasi tiktok juga menjadi hal yang cukup mengkhawatirkan.

Ket foto: Hidup Dalam Cengkraman Algoritma: Pengaruh Fyp Tiktok Terhadap Perilaku Pengguna Sehari-Hari (Sumber foto: */Istimewa)
Ket foto: Hidup Dalam Cengkraman Algoritma: Pengaruh Fyp Tiktok Terhadap Perilaku Pengguna Sehari-Hari (Sumber foto: */Istimewa)

Opini, Gema Sumatra – Tiktok adalah sebuah platform short video yang memberikan layanan hosting video pendek berdurasi 3 detik hingga 10 menit. Tiktok rilis pada tanggal 2 Agustus 2018 sebagai versi internasional dari aplikasi padanannya di negara asalnya Tiongkok yaitu Douyin yang telah rilis dua tahun sebelumnya. Keduanya berasal dari induk perusahaan yang sama yaitu Bytedance. Yuk bahas tentang fenomena FYP Tiktok berikut.

Saat ini tiktok merupakan media sosial paling masif secara global dengan jumlah pengguna mencapai 2,05 miliar dari data terbaru di tahun 2024 dan tentu saja Indonesia berada di peringkat pertama negara dengan pengguna tiktok terbanyak yaitu 157,6 juta pengguna.

Menelaah data diatas, dapat kita ketahui bahwa tiktok memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia mengingat kebiasaan masyarakat Indonesia dalam penggunaan gadget yang tinggi mencapai hingga lebih dari 6 jam perhari. Jadi apapun yang ditawarkan oleh algoritma tiktok akan berefek pada perilaku pengguna.

Seperti halnya media sosial lain, tiktok juga memiliki algoritmanya sendiri. Algoritma tiktok sederhananya adalah sistem yang mengatur preferensi video yang akan ditayangkan pada For You Page (FYP) pengguna. Algoritma tiktok bekerja berdasarkan video apa yang diberikan suka, komentar, bagikan atau bahkan ditonton hingga habis oleh pengguna.

Setelah melakukan beberapa aksi diatas, algoritma tiktok menganggap video tersebut relevan bagi pengguna, lalu tiktok akan menayangkan lebih banyak video-video sejenis di FYP pengguna. Contohnya jika pengguna memberikan suka pada video lucu maka tiktok akan menayangkan video sejenis, jika pengguna memberikan suka pada video galau maka tiktok akan menayangkan video sejenis pula.

Lihat Juga:  Gen Z dan Tantangan Mental

Intinya algoritma tiktok mengatur fyp mengikuti apa yang pengguna rasakan dan apa yang digemari pengguna pada saat itu. Pertanyaannya bagaimana fyp tiktok dapat mempengaruhi perilaku pengguna dan sedalam apa penetrasi fyp tiktok ke pola perilaku penggunanya?

Dewasa ini terdapat sebuah fenomena yang terjadi di kalangan warganet dimana konten-konten berisi tulisan dengan video acak dan musik latar lagu-lagu populer banyak bermunculan dan digemari oleh pengguna sosial media.

Tulisan dalam konten tersebut beragam namun kebanyak berisi tentang curhatan dan keluhan dari pemilik akun. Keluhan dan curhatan tersebut mencakup bermacam hal mulai dari tantangan kehidupan, percintaan, pendidikan, keluarga, pertemanan bahkan trauma masa lalu.

Saat melihat video seperti yang telah dijelaskan diatas, muncul perasaan senasib seperjuangan dari pengguna. Pengguna merasa memiliki penderitaan yang sama atau istilah yang seringkali dipakai adalah relate.

Pada dasarnya hal ini bagus karena membuat pengguna merasa tidak sendirian atas masalah atau trauma masa lalu yang dialaminya, namun permasalahannya adalah saat pengguna langsung merasa apa yang tertulis dalam video tersebut memang merupakan apa yang mereka rasakan dan adalah yang mereka alami tanpa memikirkan ulang apakah itu memang kenyataannya atau hanya perasaan sementara saja.

Kebiasaan ini menuntun kepada perasaan terpuruk yang berlarut-larut bagi pengguna sehingga berdampak pada psikologis dan pola perilaku pengguna dalam kehidupan sehari-hari. Pengguna menjadi hilang motivasi untuk melakukan rutinitasnya, merasa sendirian, penurunan kualitas diri bahkan hingga pada tingkat yang paling parah memunculkan pikiran-pikiran untuk bunuh diri.

Lihat Juga:  Kenaikan Harga Tiket Pesawat Merupakan Ancaman Nyata bagi Pariwisata

Adiksi terhadap penggunaan aplikasi tiktok juga menjadi hal yang cukup mengkhawatirkan. Pada dasarnya tiktok menawarkan hiburan instan melalui video berdurasi pendek dengan format vertikal yang menayangkan video tanpa henti dan hanya dibatasi oleh satu kali geseran jari.

Formula seperti itu yang membuat pengguna tidak merasa cukup menggunakan tiktok jika hanya dalam waktu yang singkat karena tiap-tiap video memiliki euforia yang singkat dan langsung tergantikan oleh euforia video baru, sehingga pengguna cenderung merasa baru memakai aplikasi tersebut beberapa waktu dan seringkali lupa waktu saat berselancar di tiktok.

Hal ini berpengaruh pada perilaku pengguna dimana pengguna seringkali menggunakan tiktok saat malam hari setelah seharian beraktivitas sehingga mengganggu waktu tidur. Selain itu pengguna juga sering menggunakan tiktok pada waktu-waktu yang tidak seharusnya seperti di jam belajar dan jam kerja sehingga mengganggu produktivitas.

Hal lain yang menunjukkan bagaimana algoritma tiktok mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia adalah narsisme berlebihan. Tiktok memiliki algoritma yang sedikit berbeda dari sosial media lainnya dengan format serupa.

Di tiktok pengguna dapat mendapatkan jumlah tontonan dan suka dengan lebih mudah. Buktinya dalam beberapa tahun belakangan terdapat sejumlah orang biasa yang menjadi terkenal karena mengupload video di tiktok. Hal ini mengundang keinginan masyarakat untuk mencoba peruntungan serupa sehingga menjurus kepada narsisme berlebihan.

Lihat Juga:  Industri K-Pop dan Perubahan Gaya Hidup Generasi Muda

Segmen paling rentan dalam masalah ini adalah remaja dan anak-anak. Remaja dan anak-anak cenderung tidak mengetahui batasan privasi yang boleh dan tidak boleh diunggah ke sosial media sehingga dapat membahayakan privasi mereka dan ancaman privasi tentu bukan hal yang bisa dianggap remeh begitu saja.

Benang merahnya, dari tiga poin signifikan yang telah dibahas tadi dapat dipahami seberapa dalam penetrasi algoritma tiktok dalam pola perilaku masyarakat Indonesia. Sebenarnya masih banyak hal yang menjadi penguat bagaimana dalamnya penetrasi algoritma tiktok ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari, namun tiga hal diatas saja sekiranya telah cukup untuk menjadi gambaran.

Maka dari itu perlu kiranya bagi kita untuk tidak menggunakan media sosial secara berlebihan dan mulai membatasi penggunaan media sosial apalagi seperti tiktok dan aplikasi sejenisnya seperti Instagram reels dan YouTube shorts.

Selain itu edukasi gadget bagi anak usia dini juga menjadi solusi dari permasalahan ini. Orang tua dapat membatasi penggunaan media sosial dan mengajarkan penggunaan media sosial yang baik dan benar kepada anak-anaknya sehingga sang anak mengerti batasan-batasan privasi dalam bermain media sosial. Hal ini semata-mata untuk melindungi anak dari ancaman privasi yang amat berbahaya.

Besar harapan penulis agar pembaca dapat lebih cermat dalam menggunakan media sosial dan menggencarkan edukasi penggunaan media sosial terhadap anak-anak serta tak luput pemerintah sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab atas masalah ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *