Headline, 06 September 2024 – Pada Juli 2024, Korea Utara dilanda banjir besar yang diakibatkan oleh hujan deras dan tanah longsor.
Banjir ini meluluhlantakkan lebih dari 4.000 rumah dan memaksa lebih dari 15.000 orang mengungsi.
Wilayah yang paling parah terdampak adalah provinsi Chagang, salah satu daerah terpenting di negara tersebut.
Banjir ini tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik yang signifikan, tetapi juga memicu ketidakstabilan sosial di beberapa wilayah.
Dalam upaya menanggulangi bencana, pemerintah Korea Utara membangun tempat penampungan sementara untuk para korban di berbagai fasilitas, termasuk di ibu kota, Pyongyang.
Pemerintah gagal memberikan solusi yang efektif dan cepat dalam merespons krisis kemanusiaan yang terjadi.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, secara pribadi mengunjungi daerah-daerah yang terdampak banjir dan menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja para pejabat lokal yang gagal mengatasi krisis.
Kim Jong Un memerintahkan eksekusi mati terhadap 30 pejabat yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana setelah melakukan kunjungan ke wilayah terdampak.
Menurut laporan Badan Intelijen Korea Selatan, eksekusi ini terjadi pada akhir Agustus 2024.
Kim Jong Un menilai para pejabat tersebut tidak kompeten dalam menangani bencana.
Mereka gagal melindungi rakyat dari dampak buruk banjir yang menghancurkan ribuan rumah.
Meskipun eksekusi telah terjadi, nama-nama pejabat tersebut masih dirahasiakan.
Kim Jong Un menerapkan kebijakan keras untuk mengendalikan pemerintahan dan memastikan stabilitas di Korea Utara.
Ia menjaga kekuasaan dengan menindak tegas setiap ancaman terhadap stabilitas dalam negeri.
Jumlah eksekusi publik meningkat drastis sejak Korea Utara menghadapi pandemi Covid-19.
Pada masa sebelum pandemi, Korea Utara biasanya melakukan sekitar 10 eksekusi publik per tahun.
Namun, sejak 2020, jumlah tersebut meningkat hingga 100 eksekusi per tahun.
Kebijakan eksekusi yang semakin ketat ini mencerminkan tingginya tekanan yang dihadapi oleh para pejabat di bawah pemerintahan Kim Jong Un.
Kesalahan dalam menangani krisis seperti banjir kali ini dapat berakibat fatal bagi pejabat yang tidak memenuhi harapan pemimpin Korea Utara.
Langkah ini juga menunjukkan semakin ketatnya kontrol Kim terhadap segala bentuk kegagalan birokrasi yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Meskipun pemerintah Korea Utara berupaya menutupi jumlah korban jiwa akibat banjir, laporan dari luar negeri menyebutkan adanya angka kematian yang signifikan.
Namun, Kim Jong Un menyangkal laporan tersebut dan menyebutnya sebagai bagian dari “kampanye kotor” Korea Selatan untuk merusak citra internasional Korea Utara.
Kim Jong Un mengambil langkah tegas untuk menjaga citra pemerintah di mata rakyat Korea Utara.
Ia mengirimkan pesan kuat bahwa kegagalan dalam menjalankan tugas negara akan berujung pada konsekuensi berat.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News.