Gaya Hidup, Gema Sumatra – Farhat Abbas, kuasa hukum Pratiwi Noviyanthi, menegaskan pentingnya bukti konkret dalam kasus donasi Rp1,3 miliar.
Ia menilai tuduhan tanpa bukti hanya memperkeruh perselisihan.
Konflik ini menjadi perhatian publik setelah mediasi di Gedung Joang 45, yang juga di hadiri oleh Denny Sumargo, berakhir tanpa kesepakatan.
Agus Salim menunjukkan emosinya dengan cara yang dramatis, mencerminkan frustrasi mendalam terhadap proses yang tak kunjung selesai.
Farhat Abbas menyatakan, “Hukum harus bekerja berdasarkan fakta dan bukti, bukan sekadar opini atau tekanan emosional.” Pernyataan ini menyoroti pentingnya profesionalisme dalam menangani kasus yang mendapat sorotan luas.
Sengketa tersebut bermula dari pengelolaan dana donasi yang dikumpulkan melalui kampanye sosial.
Agus Salim mengklaim bahwa dana tersebut tidak di kelola dengan transparan, sementara pihak Pratiwi membantah keras tuduhan ini.
Dalam pandangan Dr. Anita Lestari, pakar hukum sosial dari Universitas Indonesia, isu ini mencerminkan perlunya pengelolaan dana donasi yang akuntabel.
“Kasus seperti ini menjadi pelajaran penting. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” katanya dalam wawancara dengan media.
Denny Sumargo, yang hadir sebagai mediator, menjelaskan bahwa perannya adalah membantu komunikasi antara kedua belah pihak.
Ia juga menekankan bahwa konflik seperti ini hanya dapat di selesaikan melalui dialog yang jujur dan konstruktif.
“Saya tidak ingin mencampuri urusan pribadi mereka, tetapi saya berharap mediasi ini bisa membuka jalan menuju perdamaian,” ujarnya.
Kehadiran Denny sebagai figur publik yang di kenal luas menjadi sorotan tambahan dalam kasus ini, meskipun ia dengan tegas menolak untuk terlibat lebih jauh.
Ketegangan antara kedua belah pihak mencerminkan bagaimana konflik pribadi dapat dengan mudah berkembang menjadi isu publik ketika melibatkan donasi atau dana masyarakat.
Pakar hubungan masyarakat, Rina Ardiana, menyatakan bahwa kasus ini juga menggarisbawahi perlunya komunikasi yang efektif untuk menghindari eskalasi konflik.
“Ketika komunikasi gagal, emosi sering kali mengambil alih, dan hal ini dapat merusak reputasi semua pihak yang terlibat,” ungkapnya dalam diskusi dengan para ahli.
Publik berharap bahwa mediasi tambahan dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang adil.
Selain mengembalikan kepercayaan masyarakat, penyelesaian konflik ini juga akan menjadi ujian bagi para profesional yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kuasa hukum dan mediator.
Jika di kelola dengan baik, kasus ini dapat menjadi contoh bagaimana konflik rumit dapat di selesaikan secara damai, dengan mengutamakan transparansi dan itikad baik.
Konflik ini bukan hanya tentang dana, tetapi juga tentang kepercayaan dan integritas di mata publik.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News