Aceh, Gema Sumatra – Kasus pengungsi Rohingya di Aceh menjadi perhatian publik dan internasional.
Pengungsi asal Myanmar ini melarikan diri dari kekerasan dan penindasan di negara asal mereka, berharap menemukan tempat yang aman di Aceh, Indonesia.
Namun, kedatangan mereka membawa berbagai tantangan, mulai dari penyelundupan hingga penolakan sosial di kalangan masyarakat lokal.
Penyelundupan Pengungsi Rohingya
Penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh telah menjadi masalah serius. Polda Aceh mengungkap 24 kasus penyelundupan dengan total 43 pelaku yang terlibat.
Para pelaku ini membebankan biaya sebesar 100 taka (sekitar Rp14 juta) untuk setiap orang dewasa dan 50 taka (sekitar Rp7 juta) untuk setiap anak yang diselundupkan.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Kondisi Pengungsi di Tempat Penampungan
Kondisi pengungsi Rohingya di tempat penampungan Aceh sangat memprihatinkan. Mereka sering kali menghadapi masalah kesehatan dan keamanan.
Upaya untuk menyediakan tempat yang layak dan aman terus dilakukan oleh pemerintah dan organisasi kemanusiaan.
Namun, tantangan masih ada, termasuk kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan layanan kesehatan yang memadai.
Penolakan dan Protes Sosial
Selain tantangan internal, pengungsi Rohingya juga menghadapi penolakan dari masyarakat lokal.
Pada Desember 2023, terjadi protes besar-besaran oleh mahasiswa dan masyarakat Aceh yang menolak keberadaan pengungsi Rohingya.
Protes ini tidak hanya menimbulkan ketegangan sosial tetapi juga dampak psikologis bagi para pengungsi. Beberapa pengungsi melaporkan ketakutan dan trauma akibat aksi protes tersebut.
Tanggapan Pemerintah dan Internasional
Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk menangani masalah ini.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, memindahkan 137 pengungsi Rohingya dari Meuseraya Aceh Hall ke Gedung Palang Merah Indonesia dan Yayasan Aceh dengan bantuan Jusuf Kalla.
Selain itu, polisi dikerahkan untuk menjaga keamanan para pengungsi. Namun, masalah fasilitas yang tidak memadai masih menjadi tantangan.
Organisasi internasional juga turut memberikan bantuan, namun solusi jangka panjang masih diperlukan untuk menyelesaikan krisis ini.
Krisis pengungsi Rohingya di Aceh
Krisis pengungsi Rohingya di Aceh mencerminkan kompleksitas masalah kemanusiaan yang memerlukan solusi komprehensif.
Upaya berkelanjutan dari pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan para pengungsi, serta untuk menemukan solusi jangka panjang yang adil dan manusiawi.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News