Sigli, Gema Sumatra – Pedagang di pusat pasar Beureunuen, Kabupaten Pidie, mengalami kekecewaan besar setelah pengiriman emping melinjo ke Singapura ditolak.
Penolakan ini terjadi karena produk tersebut tidak memiliki izin dari Badan Karantina Indonesia Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Nanggroe Aceh Darussalam.
Hal ini mengganggu rencana pedagang untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri yang telah di pesan.
H Dahlan SH, pemilik Toko Jasa HSM Beureunuen, mengatakan kepada Serambi, “Kami sudah menyiapkan 350 kg emping melinjo untuk dikirim ke Singapura. Namun, pengiriman itu di tolak di imigrasi, dengan alasan tidak mengantongi izin yang di perlukan.”
Dahlan menjelaskan bahwa pesanan itu berasal dari warga Singapura yang sangat ingin menikmati emping melinjo berkualitas dari Pidie.
Penolakan ini membuatnya merasa sangat kecewa, terutama setelah semua persiapan yang telah dilakukan.
Dahlan mengungkapkan bahwa permintaan emping melinjo di Indonesia sangat tinggi, terutama di tiga kota besar: Jakarta, Pekanbaru, dan Batam.
“Ketiga kota ini menghabiskan sekitar 500 kg emping melinjo setiap pekan. Kami mengirimkan produk ini setiap minggu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di sana,” ungkapnya.
Menurut Dahlan, rasa emping melinjo dari Kabupaten Pidie memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya berbeda dari emping yang ada di Pulau Jawa.
“Warga di Jakarta, Pekanbaru, dan Batam sangat menyukai emping melinjo dari Kabupaten Pidie. Tentunya, ini peluang bisnis yang sangat bagus,” tambahnya.
Keunikan rasa emping melinjo Pidie membuatnya menjadi salah satu produk yang sangat di minati.
Dahlan menjelaskan bahwa konsumen di ketiga kota tersebut menganggap emping melinjo Pidie lebih nikmat di bandingkan produk dari daerah lain.
Oleh karena itu, dia berharap bahwa pemerintah daerah dapat memperhatikan isu ini agar produk lokal dapat lebih di kenal di pasar internasional.
Namun, tidak hanya penolakan ini yang menjadi perhatian. Dahlan juga menyampaikan keprihatinan terhadap keberlangsungan pohon melinjo di Pidie.
Dia mengatakan, “Saat ini, pohon melinjo di pedalaman Pidie hanya di temukan pada pohon-pohon tua yang di tanam pada masa penjajahan Belanda. Ini menunjukkan perlunya peremajaan pohon melinjo agar tetap lestari dan dapat memenuhi permintaan pasar.”
Dia meminta Pemerintah Kabupaten Pidie untuk menginisiasi program peremajaan pohon melinjo agar produksi emping melinjo dapat berlanjut.
Sebagai langkah awal, Dahlan berharap ada sosialisasi kepada petani mengenai pentingnya menanam kembali pohon melinjo.
“Kami ingin agar generasi mendatang dapat menikmati produk lokal ini, sehingga usaha kami tidak sia-sia,” katanya.
Jika tidak ada tindakan yang di ambil, ada kemungkinan produk unggulan ini akan sulit untuk diakses oleh konsumen di masa depan.
Dengan izin yang tepat dan upaya pelestarian yang konsisten, emping melinjo dari Pidie dapat kembali menjadi produk unggulan yang bisa bersaing di pasar internasional.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News