Pidie, Gema Sumatra – Warga Gampong Puloe Mesjid II, Kecamatan Tangse, Pidie, Aceh, terus menghadapi tantangan berat dalam mengantar jenazah ke Tempat Pemakaman Umum (TPU).
Setiap kali harus melewati aliran sungai deras tanpa jembatan, mereka mempertaruhkan keselamatan, terlebih saat musim hujan ketika arus menjadi sangat kuat.
Seorang warga menggambarkan perjuangan mereka pada 26 November 2024, ketika jenazah harus diangkut dengan kerja keras kolektif, melewati sungai yang menjadi satu-satunya akses menuju TPU.
“Kami sangat berharap pemerintah segera memberikan solusi. Kondisi ini rawan sekali, apalagi saat hujan deras,” ujar salah satu warga yang terlibat langsung. Ketidakadaan jembatan ini, menurut warga, sudah lama menjadi masalah utama.
Meski pihak terkait sempat melakukan survei dan pengukuran beberapa tahun lalu, pembangunan jembatan batal karena alasan teknis terkait lokasi yang di anggap tidak mencukupi.
Namun, warga merasa urgensi kondisi ini tidak lagi dapat di tunda.
Keuchik Gampong Puloe Mesjid II juga menekankan kebutuhan mendesak ini.
Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa aktivitas menyeberang sungai bukan hanya dilakukan saat membawa jenazah, tetapi juga untuk keperluan lain, seperti berkebun.
Ini memperparah beban yang mereka alami setiap harinya. “Dulu pernah ada rencana pembangunan, tetapi tak ada kelanjutannya. Kami sangat berharap adanya langkah nyata dari pemerintah,” jelasnya.
Di sisi lain, Camat Tangse membenarkan bahwa di daerah tersebut belum ada jembatan yang menghubungkan dua sisi sungai.
Menurutnya, meski area seberang sungai bukan kawasan pemukiman, keberadaan TPU dan lahan perkebunan membuat infrastruktur ini sangat di perlukan.
Ia menambahkan bahwa jembatan serupa sudah di bangun di desa tetangga, Gampong Puloe Mesjid I, karena lokasi tersebut juga di huni oleh warga.
Persoalan infrastruktur ini menggambarkan kesenjangan yang masih di rasakan masyarakat di daerah terpencil.
Para ahli pembangunan menilai, investasi pada infrastruktur dasar seperti jembatan sangat penting untuk mendukung kesejahteraan masyarakat lokal.
Dr. Farid Hamzah, seorang pakar perencanaan wilayah, mengatakan, “Aksesibilitas adalah hak dasar. Ketiadaan infrastruktur tidak hanya menyulitkan logistik, tetapi juga memengaruhi martabat manusia, seperti dalam konteks pemakaman.”
Dengan segala upaya dan harapan warga, mereka berharap ada perhatian serius dari pemerintah untuk mewujudkan pembangunan jembatan.
Kondisi ini tidak hanya soal mempermudah akses, tetapi juga menyangkut keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Bagi mereka, memiliki akses yang layak adalah langkah besar untuk mengurangi ketertinggalan dan meningkatkan kualitas hidup.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News